Kutarajapost – Sebanyak 29 nelayan asal Aceh yang tertangkap oleh Angkatan Laut Thailand karena melintasi batas wilayah Indonesia beberapa waktu lalu, didenda. Setiap anak buah kapal (ABK) dikenai denda sebesar 3.000 hingga 5.000 bath, setara dengan sekitar Rp2,1 juta.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Aliman mengatakan, denda yang dijatuhkan kepada para nelayan tersebut jumlah bervariasi tergantung pada peran dan posisi masing-masing ABK dalam kapal.
“Berdasarkan putusan sidang oleh otoritas Thailand, mereka didenda 3.000-5.000 bath per ABK,” kata Aliman, Kamis (31/8/2023).
Menurut Aliman, denda yang dijatuhkan kepada para nelayan tersebut berbeda-beda, sesuai dengan peran dan posisi masing-masing ABK. Rinciannya belum disampaikan oleh pihak Thailand.
“Sejauh ini kami baru mendapatkan informasi dari yang mengikuti sidang. Kalau salinan keputusan resmi belum diberikan kepada pemerintah Indonesia,” ujarnya.
Sebelumnya, dua kapal pukat ikan dengan 29 orang nelayan asal Aceh tertangkap angkatan laut atau petugas penjaga pantai di Thailand, karena diduga telah memasuki batas teritorial laut negara tersebut, Sabtu (26/82023).
Para nelayan tersebut berasal dari wilayah Aceh Timur, mereka berangkat melaut pada Rabu (23/8) lalu menggunakan kapal KM Cahaya Putra dan KM Salsabila.
Aliman menyampaikan, berdasarkan sidang yang sudah berjalan di sana, dari salah satu kapal yakni KM Salsabila ditemukan adanya ikan, sedangkan dari KM Cahya Putra tidak ditemukan bukti pencurian ikan.
“Dari salah satu kapal itu ditemukan ada ikan di dalamnya dan itu juga didenda, sedangkan satu lagi tidak ada ikan, semoga kapalnya bisa dibebaskan,” ujarnya pula.
Aliman menuturkan, berdasarkan informasi yang diterima dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI, 29 nelayan tersebut masih dalam kondisi sehat, dan ditahan di tempat yang layak serta mendapatkan penjagaan dari pihak keamanan setempat.
Dia berharap, para nelayan Aceh beserta kapal tersebut dapat dibebaskan semuanya. Sehingga para nelayan bisa kembali menggunakan jalur laut, dan prosesnya bisa lebih cepat.
Karena, jika mereka dipulangkan via penerbangan, maka prosesnya membutuhkan waktu lama, mengingat para nelayan tidak memiliki paspor dan dokumen pendukung lainnya.
“Kalau lewat udara panjang urusannya, apalagi mereka tidak punya paspor, dokumen, kalau lewat laut bisa lebih cepat, itu harapan kami,” katanya lagi.
Aliman menambahkan, terkait penanganan para nelayan Aceh tersebut, pihaknya telah menyurati KKP RI agar dapat membantu dan mengadvokasi warga Aceh tersebut.
Kami juga sudah menyurati KKP RI dengan harapan bisa difasilitasi, mengawal, serta memantau perkembangan di sana. Kami terus berupaya agar mereka segera dipulangkan ke Aceh,” demikian Aliman.