Banda Aceh – Tahun 2025 menandai dua dekade sejak tercapainya perdamaian di Aceh melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki pada 15 Agustus 2005.
Meski perjalanan damai telah berlangsung selama 20 tahun, berbagai tantangan masih membayangi, terutama dalam menjaga stabilitas dan melanjutkan pembangunan di Bumi Serambi Mekkah.
Imran Pase, Fungsionaris Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh, menegaskan pentingnya semua elemen masyarakat, terutama para pemimpin di Aceh, untuk tetap fokus pada agenda kesejahteraan rakyat dan penciptaan lapangan kerja bagi generasi muda Aceh.
“Dua puluh tahun damai adalah pencapaian besar, tapi tugas kita belum selesai. Pemimpin Aceh harus memusatkan perhatian pada peningkatan kesejahteraan dan membuka peluang kerja bagi pemuda-pemudi Aceh,” ujar Imran yang juga mantan kombatan GAM, Senin, 4 Agustus, di Banda Aceh.
Ia juga memperingatkan agar masyarakat tidak memberi ruang bagi kelompok-kelompok yang dinilai sebagai provokator yang ingin mengganggu perdamaian dan kemajuan Aceh.
Imran mengaku memiliki catatan rekam jejak beberapa provokator yang selalu memberikan pernyataan-pernyataan provokatif, baik melalui media massa maupun aksi-aksi di lapangan.
“Macam-macam, ada yang minta pencabutan mandat Wali Nanggroe, ada yang meminta mantan kombatan menyerahkan senjata ilegal, dan ada juga yang menentang kebijakan pasangan Gubernur–Wakil Gubernur H. Muzakir Manaf–Fadhullah yang ingin membangun Aceh,” kata Imran.
Ia menganggap pernyataan dan aksi yang dilakukan semacam itu murni upaya provokasi untuk memperkeruh suasana aman dan damai di Aceh. “Padahal, Lembaga Wali Nanggroe adalah simbol pemersatu bangsa Aceh dan merupakan bagian dari implementasi MoU Helsinki,” tegas Imran.
Ia menambahkan bahwa apa yang disampaikannya itu bukan tudingan kosong. Rekam jejak dari upaya provokasi seperti yang ia sebutkan itu masih bertebaran di portal berita dan media sosial.
“Silakan cek!” tegasnya.
Imran mengajak seluruh elemen masyarakat untuk tidak terpengaruh oleh narasi-narasi yang berpotensi mengganggu perdamaian yang telah diperjuangkan dengan susah payah.
Ia menegaskan bahwa menjaga perdamaian adalah tanggung jawab bersama, dan tidak boleh ada ruang bagi mereka yang ingin merusaknya. “Semua pihak harus mendukung dan ikut serta menjaga perdamaian, mengawal upaya-upaya implementasi MoU Helsinki secara menyeluruh untuk membangun Aceh yang lebih baik di masa hadapan,” kata Imran Pase.[]