KUTARAJAPOST – Kendaraan melintas di jalan yang berada di antara lahan pertanian rusak akibat banjir bandang di Pidie Jaya, Aceh, pada Senin, 8 Desember 2025 lalu. Sawah yang terendam lumpur tampak tidak lagi bisa ditanami.
Sebagian petani masih berusaha menyelamatkan padi pascapanen. Padi yang terkumpul dibersihkan dengan alat seadanya, meski kualitasnya menurun.
Data sementara posko tanggap darurat bencana Aceh mencatat kerusakan lahan pertanian di provinsi itu mencapai lebih dari 65 ribu hektare.
Ketua Umum DPN Tani Merdeka Indonesia, Don Muzakir, menilai kerusakan sektor pertanian perlu penanganan cepat.
“Kami akan menyampaikan kondisi ini kepada Wakil Menteri Pertanian Sudaryono agar segera diperbaiki, sebab ini menjadi pencarian masyarakat,” ujarnya.
Ia menegaskan pemulihan tidak boleh berhenti pada bantuan darurat. Lahan dan infrastruktur pertanian harus segera dikembalikan fungsinya.
“Petani harus segera dibantu agar mereka bisa kembali bekerja. Pemulihan sarana produksi, perbaikan irigasi, dan pendampingan pasca-bencana menjadi langkah penting agar kehidupan warga kembali normal,” kata Don Muzakir.
Kerusakan lahan pertanian di Pidie Jaya dan Bireuen terlihat parah. Sawah terendam lumpur, kebun rusak, dan tanaman pangan hanyut terbawa arus. Di sejumlah titik, longsor membuat lahan tidak bisa diolah dalam waktu dekat.
Saluran irigasi juga jebol. Aliran air terputus, pintu air tersumbat, dan beberapa bagian rusak berat. Kondisi ini membuat petani tidak bisa memastikan kapan mereka dapat kembali menanam.
Suasana desa terdampak banjir masih muram. Petani duduk di tepi sawah yang rusak, sebagian mencoba mengeringkan gabah yang sudah tercampur lumpur. Kehidupan sehari-hari bergantung pada bantuan pangan yang datang dari posko darurat.[]





























