Masalah sampah telah menjadi isu global yang mendesak. Di Indonesia, produksi sampah terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan pola konsumsi. Pada tahun 2020, Indonesia menghasilkan sekitar 67,8 juta ton sampah, dengan proyeksi peningkatan signifikan di tahun-tahun mendatang. Menghadapi tantangan ini, konsep zero waste menawarkan solusi yang lebih berkelanjutan daripada metode pengelolaan sampah konvensional.
Zero waste adalah strategi pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan jumlah sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga melalui daur ulang. Gerakan ini didasari oleh prinsip 5R: refuse (menolak), reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), recycle (mendaur ulang), dan rot (membusukkan).
Tantangan dan Penerapan di Lingkungan Kota dan Desa
Di berbagai kota dan desa, pengelolaan sampah masih dilakukan secara konvensional seperti dikumpulkan dan dibuang ke tempat pembuangan akhir atau dimusnahkan dengan cara dibakar. Padahal, pemusnahan sampah dengan cara dibakar tidak baik untuk lingkungan, terutama udara yang dihirup manusia.
Meskipun sosialisasi tentang pengelolaan sampah telah dilakukan, tantangan signifikan masih ada. Kurangnya implementasi yang meluas sering kali dikaitkan dengan keterlibatan masyarakat yang kurang, infrastruktur yang tidak memadai, serta terbatasnya kesadaran masyarakat9.
Di Desa Cot Gud, Kabupaten Aceh Besar, sebuah tim dari Universitas Abulyatama mengimplementasikan kegiatan edukasi dan penerapan zero waste. Kegiatan ini berfokus pada dua hal utama: sosialisasi pemilahan sampah dan penerapan metode biopori. Langkah ini menjadi contoh bagaimana pendekatan ini dapat berhasil di tingkat komunitas.
Peran Penting Kebiasaan Masyarakat dalam Mendukung Zero Waste
Keberhasilan penerapan zero waste sangat bergantung pada perubahan kebiasaan masyarakat. Salah satu kebiasaan paling mendasar yang perlu dibentuk adalah
pemilahan sampah sejak awal. Tantangan utama dalam menerapkan zero waste adalah banyak masyarakat masih membuang sampah secara tercampur, yang menyulitkan proses daur ulang. Oleh karena itu, edukasi harus dimulai dengan mengajarkan pemilahan sampah organik dan anorganik.
Kegiatan di Desa Cot Gud membuktikan bahwa edukasi ini harus dimulai sejak dini. Dengan menyasar anak-anak, diharapkan pola pikir tentang pentingnya pemilahan sampah dapat terbentuk dan menjadi kebiasaan hingga mereka dewasa. Selain itu, peran ibu-ibu rumah tangga juga sangat krusial karena mereka umumnya lebih banyak mengelola limbah dapur. Dengan membekali mereka pengetahuan tentang metode seperti biopori, sampah organik dapat diolah menjadi kompos yang bermanfaat.
Contoh penerapan praktis, seperti pembuatan biopori untuk mengolah sampah organik, menunjukkan bahwa zero waste dapat diaplikasikan langsung dalam skala rumah tangga. Biopori tidak hanya membantu pengolahan sampah, tetapi juga meningkatkan kesuburan tanah dan membantu penyerapan air. Dari hasil evaluasi, warga Desa Cot Gud sudah memahami jenis sampah dan bagaimana pengolahannya dapat dilakukan dalam skala rumah tangga. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran dan praktik yang tepat dapat mengubah cara pandang masyarakat terhadap sampah.
Ditulis oleh: Mery Silviana, S.T., M.Sc
Dosen Teknik Sipil Universitas Abulyatama