KUTARAJAPOST – Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menilai pemberian amnesti kepada Hasto Kristiyanto dan abolisi untuk Tom Lembong sebagai langkah strategis Presiden Prabowo Subianto.
Ia menyebut keputusan itu bukan sekadar pengampunan, melainkan sinyal bahwa rekayasa hukum tidak bisa dibiarkan.
“Presiden Prabowo mengambil langkah strategis dalam penegakan keadilan dengan memberi amnesti kepada Hasto dan abolisi kepada Tom Lembong,” kata Mahfud, pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Ia menegaskan politik tidak boleh lagi digunakan untuk menekan proses hukum. Jika praktik itu berulang, Presiden dapat menghadapinya.
“Ke depan tak boleh ada lagi yang menggunakan politik untuk merekayasa hukum melalui penyanderaan politik. Sebab kalau itu dilakukan, bisa dihadang oleh Presiden,” ujarnya.
Persetujuan DPR dan Peran Supratman
Hasto dan Tom Lembong termasuk dalam daftar ratusan nama yang tercantum dalam surat Presiden kepada DPR. Hasto masuk dalam gelombang pertama penerima amnesti menjelang HUT ke-80 RI.
Presiden mengirim dua surat pada 30 Juli 2025. Besoknya, DPR menyatakan menyetujui permintaan tersebut.
“DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R43/Pres tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI tentang pemberian abolisi terhadap Saudara Tom Lembong,” kata Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, pada Kamis, 31 Juli 2025 malam.
“Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana, diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” lanjutnya.
Dasar hukum langkah ini adalah Pasal 14 Ayat (2) UUD 1945 dan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyusun dan menandatangani usulan kepada Presiden.
“Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum. Jadi surat permohonan dari hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang tanda tangan,” ujar Supratman dalam konferensi pers.
Alasan dan Data Amnesti
Ia menyebut pertimbangan utama kebijakan ini adalah demi persatuan nasional.
“Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama. Yang kedua adalah kondusivitas dan merajut rasa persaudaraan di antara semua anak bangsa,” kata Supratman.
“Langkah ini tidak hanya simbolis, tetapi strategis untuk memperkuat harmoni politik nasional,” tambahnya.
Dari total 44.000 permohonan amnesti, hanya 1.116 yang lolos verifikasi tahap awal. Sisanya akan diproses bertahap.
“Amnesti ada 1.116, salah satu yang menjadi dasar pertimbangan kepada dua orang yang saya sebutkan tadi yang disebutkan oleh Pak Ketua adalah salah satunya itu kita ingin menjadi ada persatuan dan dalam rangka untuk perayaan 17 Agustus,” ucapnya.
Vonis Tom Lembong dan Hasto
Sebelum mendapat pengampunan, keduanya telah divonis bersalah.
Tom Lembong dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta. Ia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi impor gula kristal mentah. Negara mengalami kerugian Rp194,7 miliar akibat izin impor yang ia keluarkan untuk perusahaan swasta.
Perusahaan itu kemudian menjual gula ke BUMN PT PPI dengan harga lebih tinggi. Namun, hakim menyebut Tom tidak mendapat keuntungan pribadi.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan. Terdakwa bersikap sopan di persidangan, tidak mempersulit dalam persidangan,” kata hakim anggota Alfis Setiawan.
Hasto divonis 3 tahun 6 bulan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025). Ia terbukti terlibat dalam suap pergantian antarwaktu anggota DPR Fraksi PDIP.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Rios Rahmanto.
Hasto juga harus membayar denda Rp250 juta. Jika tidak dibayar, ia wajib menjalani tambahan 3 bulan kurungan.
Hakim menyatakan Hasto menyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan sebesar Rp400 juta. Namun, dakwaan perintangan penyidikan Harun Masiku tidak terbukti.[]