Kutarajapost – Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menegaskan pesantren merupakan tempat untuk mendidik dan membina santri untuk menjadi manusia yang berakhlak, rendah hati, serta memiliki pengetahuan. Menurut Kiai Ma’ruf, tidak dibenarkan jika ada pesantren yang justru mengajarkan hal-hal menyimpang mulai dari kekerasan hingga pelecehan seksual.
“Jadi kalau ada pesantren-pesantren yang kemudian malah menimbulkan kekerasan, kemudian pelecehan seksual itu pesantren gadungan namanya itu ya, itu harus dihabisi itu,” ujar Kiai Ma’ruf saat membuka Roadshow Pondok Pesantren bertajuk “Menguatkan Karakter Pesantren Antikekerasan”, di Pondok Pesantren An-Nawawi Tanara (Penata), Kabupaten Serang, Provinsi Banten, dikutip pada Minggu (30/7/2023).
Kiai Ma’ruf menyebut, nilai-nilai yang diajarkan itu merusak nama pesantren dan juga para kiai maupun pengajar di pesantren. Wapres menegaskan perlunya pengawasan terhadap pesantren-pesantren gadungan tersebut.
“Karena itu merusak nama pesantren, ini namanya musang berbulu ayam, dia pura pura jadi kiai tapi merusak prestasi kiai, merusak pesantren. Ini yang harus kita awasi. Sekarang ada semaca lembaga masyaikh ya untuk mengawasi pesantren-pesantren jangan sampai ada pesantren yang seperti itu,” ujarnya.
Kiai Ma’ruf pun menekankan tiga fungsi pesantren sebagai aset bangsa khas Indonesia yang menjalankan perannya. Yakni sebagai pusat pendidikan, pusat dakwah, dan pusat pemberdayaan masyarakat.
“Pesantren ini aset bangsa. Oleh karena itu, selain sebagai pusat pendidikan, kader dakwah, i’dadul mutafaqqihina fiddin i’dadul rijalud dakwah, juga sekarang memang kita beri satu lagi peran baru. Bukan peran baru sebenarnya, peran lama yang diperbaharukan, yaitu pemberdayaan masyarakat,” kata Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut.
Ke depan, Kiai Ma’ruf berharap berharap pesantren dapat menjadi pusat peradaban Islam untuk membangun masyarakat yang benar-benar berorientasi pada keimanan, sehingga umat selamat dunia dan akhirat.
Sebagai pusat pendidikan, lanjut Kiai Ma’ruf, pesantren menjadi tempat untuk melahirkan para ahli agama yang akan meneruskan tugas-tugas kenabian dan merespons berbagai masalah yang berkembang sesuai zamannya. Di pesantren, tuturnya, akhlak dan keilmuan para santri ditempa untuk terbiasa dengan kesederhanaan dan kerendahan hati.
“Imam Ibnu Atha’illah mengumpamakan pertumbuhan manusia itu seperti pohon. Pohon itu harus ditanam, kalau nggak ditanam nggak bisa numbuh. Artinya apa, manusia itu harus ditanam dulu, didril dulu, dilatih dulu, dibikin dia mampu bertahan, merendah hati dulu,” ujarnya.
Sedangkan, sebagai pusat dakwah, ia mengatakan, pesantren mengajarkan dakwah yang santun sebagaimana ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin. Dengan karakteristik dakwah seperti ini, Wapres mengemukakan, Islam bisa berkembang dan umatnya bahkan menjadi mayoritas di Indonesia.
“Syariah itu semuanya toleran, semuanya adalah kemanusiaan. Jadi, saya kira jelaslah, hal-hal kekerasan, kebencian, permusuhan bukan syariah walaupun dikatakan, ditafsirkan sebagai syariah,” ujarnya.
Dalam fungsi pemberdayaan masyarakat, Wapres menekankan pentingnya memakmurkan bumi melalui berbagai aktivitas perekonomian, tetapi tetap dalam koridor syariat.
“Pesantren harus mengembangkan ekonomi yang kreatif yang sesuai syariah. Ekonomi yang dibangun bukan sesuai, tidak sesuai syariat, sama dengan tidak ada, tidak ada. Bahasa orang kerennya nothing,” katanya.