Kurajapost – Dalam tiga hari ini di Whatsapp grup dan media sosial Facebook banyak netizen memperbincangkan anggaran Pokok Pikiran (Pokir) DPRA yang nilainya sangat fantastis. Jumlahnya mulai dari miliaran, puluhan miliar, bahkan ada yang seratus miliar lebih per dewan.
Banyak netizen menilai hal ini negatif, nyaris tidak ada nettizen yang berpandangan positif.
Untuk diketahui bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) merupakan lembaga perwakilan rakyat Aceh yang memiliki tugas Legislasi, Anggaran dan Pengawasan.
Dalam hal fungsi anggaran, DPRA juga ikut membahas anggaran bersama dengan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA). Di samping itu DPRA juga ikut memasukkan usulan program dan kegiatan dari masyarakat di Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing. Di tingkat provinsi ini disebut namanya Dana Pokir.
Nah, di tingkat pusat DPR RI pun juga memasukkan usulan program dan kegiatan dari masyarakat di Dapilnya masing-masing, walaupun mungkin dengan namanya yang berbeda atau bukan disebut Pokir, tapi tujuannya sama. Jumlah Pokir per DPR RI pun juga sangat fantastis.
Baik DPR tingkat pusat maupun daerah, mereka melakukan Reses, Reses adalah salah satu mekanisme resmi yang memungkinkan masyarakat berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, dimana DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR. Misalnya untuk melakukan kunjungan kerja, baik yang dilakukan anggota secara perseorangan maupun secara berkelompok untuk berkomunikasi langsung dengan masyarakat menyampaikan usulan program dan kegiatan di Dapilnyan masing-masing.
Kita semua perlu memahami bahwa menjadi seorang anggota DPRA itu butuh proses panjang, bukan terjadi kebetulan. Terkuras tenaga, pikiran dan juga finansial cukup besar, mulai dari mendaftarkan diri melalui partai politik tertentu, persaingan nomor urut di kertas suara, kampanye, pemungutan suara di TPS, keputusan akhir terpilih ditetapkan oleh KIP Aceh, hingga dilantik menjadi anggota DPRA.
Dalam masa kampanye seorang calon dewan pasti menyampaikan berbagai janji politik kepada para pemilih di Dapilnya, misal terkait pembangunan infrastruktur, jalan, jembatan, perumahan, pertanian, perbaikan ekonomi, pendidikan, penyediaan lapangan kerja dan berbagai hal lainnya untuk tujuan mempengaruhi agar rakyat memilih calon dewan tersebut.
Setelah mereka dilantik menjadi anggota dewan, tentu wajib memperjuangkan berbagai janji politik yang pernah disampaikan pada saat kampanye sebelumnya.
Masyarakat mengusulkan program dan kegiatan baik langsung ataupun melalui Tim Sukses (Timses) atau Tim Pemenangan kepada dewan, kemudian dewan memplot anggaran melalui dana Pokir namanya.
Nah, Pokir-Pokir inilah merupakan usulan program dan kegiatan dari rakyat para pemilih di Dapilnya masing-masing.
Semua usulan program dan kegiatan tersebut tentu akan dilaksanakan oleh dinas terkait melalui kontraktor pelaksana atau penyedia barang dan jasa sesuai aturan yang berlaku.
Semakin besar anggaran Pokir berarti semakin besar, banyak dan luas pula penerima manfaat untuk rakyat.
Seorang wakil rakyat yang hebat, dia mampu merperjuangkan anggaran yang begitu besar untuk kepentingan rakyat.
Kalau dewan tidak berhasil memplot anggaran untuk kegiatan-kegiatan yang diusulkan oleh rakyat di Dapilnya, konsekuensinya akan dibilang bahwa dewan tersebut tidak bekerja memperjuangkan aspirasi rakyat, dewan bodoh karena tidak ada kegiatan apapun yang berhasil dibawa pulang ke Dapilnya, bahkan Timses dan rakyat pemilih akan marah kepada dewan tersebut.
Apalagi, program dan kegiatan yang diusulkan itu sudah pernah dijanjikan oleh dewan pada saat kampanye politik akan diperjuangkan jika nanti dia itu terpilih.
Sebenarnya, rakyat yang telah memilih dewan harus bangga jika dewan pilihannya berhasil memperjuangkan dana Pokir cukup besar, berarti dia itu dewan hebat, ke depan jika dia maju lagi harus didukung dan dipilih kembali.
Sebaliknya, jika dewan pilihannya tidak berhasil memperjuangkan dana Pokir, berarti dia itu dewan bodoh, ke depan jika dia maju lagi maka jangan didukung dan jangan dipilih lagi.
Jadi, salah satu tolok ukur dewan itu bekerja dan berjuang untuk kepentingan rakyat adalah dengan cara melihat seberapa besar anggaran Pokir, ini dapat terlihat pada usulan program dan kegiatan yang berhasil dibawa pulang ke Dapilnya.
Jika jumlah Pokirnya kecil atau bahkan tidak ada Pokir, berarti dewan itu hanya 3D+T (Datang Duduk Diam + Teungeut) saja kerjanya. Dia tidak mampu bergaul dan melobi dinas-dinas untuk memasukkan program dan kegiatan yang diusulkan oleh rakyat di Dapilnya.
Kita setuju apapun usulan program dan kegiatan Pokir DPRA sejauh dapat bermanfaat untuk rakyat Aceh.
Jika dalam hal ini ada yang menilai negatif karena diduga dewan banyak dapat fee atau keuntungan akibat pelaksanaan kegiatan-kegiatan Pokir tersebut, bahkan sampai menyebut nilai persen dengan jumlah tertentu. Katakanlah, bahwa dewan juga akan memperoleh keuntungan dari setiap pelaksanaan kegiatan Pokir tersebut dengan jumlah tertentu.
Nah, jika sejumlah anggaran yang sama, program dan kegiatan yang sama, lokasi dan penerima manfaat yang sama, tapi itu semua dibuat sebagai program dan kegiatan reguler dinas-dinas terkait alias bukan program Pokir dewan, pertanyaannya: Apakah ada jaminan tidak ada fee atau keuntungan untuk dinas terkait dari setiap pelaksanaan kegiatan reguler tersebut?
Yang harus dipantau bersama adalah memastikan semua program dan kegiatan Pokir dewan itu dilaksanakan sebagaimana mestinya dan tidak ada penyimpangan.
Jika terjadi penyimpangan atau pelaksanaan kegiatan Pokir itu yang tidak sesuai, berarti itu adalah tugas dan urusan Aparat Penegak Hukum (APH) untuk audit dan proses sesuai hukum yang berlaku.
Penulis adalah mantan Jurubicara Militer GAM Wilayah Samudra Pase