KUTARAJAPOST.COM – Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) sukses menggelar pertemuan bisnis kolaboratif pada Rabu (10/1/2024) di Hotel Kyriad Banda Aceh.
Pertemuan ini bertujuan untuk mengambil sejumlah langkah inisiatif untuk menjadikan Sabang sebagai Pusat Dukungan Offshore yang berkelanjutan untuk industri hulu minyak dan gas di Aceh.
Pertemuan kolaboratif ini dibuka oleh Pelaksana Tugas (Plt) BPKS Sabang, Marthunis, yang menyampaikan bahwa Sabang memiliki potensi besar untuk menjadi pelabuhan terminal penghubung atau shorebase dalam menyediakan konektivitas yang efisien terhadap pengembangan industri minyak dan gas di perairan laut Aceh.
“Sabang memiliki lokasi yang strategis, infrastruktur yang memadai, dan fasilitas yang lengkap untuk mendukung kegiatan offshore di Aceh,” ujar Marthunis.
Kegiatan ini juga dihadiri oleh pemangku kepentingan utama, yaitu Penjabat Gubernur Aceh Achmad Marzuki yang diwakili oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Aceh Mawardi, Kepala Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) yang diwakili oleh Deputi Operasi BPMA Edy Kurniawan, serta sejumlah instansi pemerintah terkait lainnya.
Mereka berdiskusi dan berbagi pandangan tentang bagaimana mengoptimalkan kawasan Sabang sebagai pusat dukungan offshore yang unggul dan berkelanjutan.
Dalam kesempatan itu Mawardi, menyampaikan dukungannya secara penuh terkait dengan optimalisasi Sabang FTZ dalam diskusi tersebut.
“Pemerintah Aceh mendukung secara penuh optimalisasi Sabang FTZ untuk menjadikan Pelabuhan Sabang sebagai pusat dukungan yang unggul dalam mendukung perusahaan migas di Aceh serta mendorong pemangku kepentingan untuk mewujudkan optimalisasi kawasan Sabang sebagai pusat offshore di Aceh,” ujar Mawardi.
Ia menambahkan, bahwa industry offshore (lepas pantai) sudah pasti sangat membutuhkan shorebase (fasilitas darat untuk mendukung kegiatan lepas pantai), yang berfungsi sebagai terminal untuk konektivitas sebagai aktivitas dan produksi.
“Shorebase ini mutlak harus memiliki pelabuhan laut sesuai standar kargo internasional. Dalam hal ini, keberadaan Sabang—sebagai kawasan strategis yang berperan menghubungkan seluruh aktivitas di wilayah Offshore Aceh—sangat memenuhi syarat, apalagi mengingat ada rencana besar Indonesia untuk mengeksplorasi sumber migas yang di kawasan lepas pantai Aceh. Karena itu, membahas kesiapan Sabang sebagai pusat konektivitas migas Aceh tentu harus kita persiapkan sejak dini,” jelasnya.
Plt Kepala BPKS Sabang, Marthunis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi pada pertemuan kolaboratif dan menekankan pentingnya kegiatan ini.
“Kami percaya bahwa melalui pertemuan kolaboratif ini, kita dapat merumuskan langkah strategis untuk mendorong perkembangan Kawasan Sabang sebagai pusat dukungan offshore yang efektif dan berkelanjutan untuk industri hulu migas di Aceh,” ujar Marthunis.
Ia juga menambahkan bahwa kolaborasi antar sektor menjadi kunci dalam mewujudkan misi ini. Dimana pertemuan kolaboratif bersama Pemerintah Aceh, BPKS, para operator pelabuhan dan perusahaan minyak dan gas tersebut berhasil mengidentifikasi peluang dan tantangan menjadikan pelabuhan Sabang sebagai pusat logistik untuk industri hulu migas di Aceh.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri oleh BPMA dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Edy Kurniawan selaku Deputi Operasi BPMA dengan tegas menyampaikan bahwa Sabang Free Trade Zone (FTZ) sangatlah sesuai untuk dijadikan shorebase dalam mendukung industri migas yang berkelanjutan di Aceh.
Pelabuhan yang terdapat di Sabang FTZ pada dasarnya telah memenuhi persyaratan minimum untuk menjadi Shorebase. Keberadaan SKK Migas dalam acara ini memberikan nilai tambah yang signifikan, mengingat SKK Migas merupakan regulator utama di sektor hulu migas di Indonesia.
“SKK Migas secara prinsip sangat mendukung inisiatif BPKS untuk mengubah Sabang FTZ menjadi Offshore Supply Hub bagi perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas yang beroperasi di wilayah batas Aceh. Namun demikian, usaha ini perlu benar-benar memperhatikan aspek keekonomian dan teknis secara cermat,” ucap Senior Analyst Logistic SKK Migas, Kristyo Mario.
Selain itu, partisipasi perusahaan internasional, seperti Royal Peterson and Control Union Group dari Belanda dan TAKADA Asset Management Inc. dari Texas, Amerika Serikat akan terlibat memberikan kontribusi berharga dalam penyusunan strategi pengembangan Sabang sebagai pusat dukungan dan pangkalan suplai offshore.
“Berdasarkan pengalaman kami selama ini dalam mengelola pelabuhan secara berkelanjutan, efisien dan dengan dampak lingkungan yang minimal, sebagaimana yang telah kami terapkan di Belanda dan beberapa negara lainnya, pelabuhan Sabang memiliki potensi untuk dioptimalisasi sebagai offshore supply base industri hulu migas di Aceh,” ujar Kees Wouters selaku perwakilan dari Royal Peterson and Control Union Group.
Adapun Oscar Mendoza selaku CEO TAKADA Asset Management Inc. menambahkan bahwa pihaknya akan membantu BPKS membangun fasilitas Oil Supply Base yang modern dan efisien. Fasilitas ini akan tersedia untuk semua pihak yang terlibat dalam layanan minyak dan gas.
Menurutnya, selain sudah tersedianya fasilitas dan sarana pendukung pelabuhan, Pelabuhan Sabang FTZ juga memiliki potensi untuk menjadi pusat perdagangan Minyak dan Gas yang penting di Aceh, bahkan antar negara oleh karenanya Sabang FTZ perlu segera fokus dan mengkrucutkan apa yang akan dilakukan Pemerintah untuk sabang apakah akan fokus pada oil and gas atau pada bidang lainnya .
Tidak hanya itu, kehadiran perwakilan perusahaan nasional seperti PT. Java Energy Semesta, PT. Samudera Pelabuhan Indonesia, dan PT. Pembangunan Aceh (PEMA) sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) provinsi Aceh, Bank Indonesia, Bank Syari’ah Indonesia, dan para akademisi turut menambah keragaman perspektif dalam menjalankan langkah inisiatif ini.
Dalam acara ini, turut dihadiri perwakilan dari Harbour Energy dan Mubadala, yang merupakan perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang beroperasi di wilayah Aceh. Kehadiran K3S tercatat baik secara daring maupun luring dalam pertemuan ini.
Dengan dukungan penuh pemangku kepentingan, inisiatif ini akan mengoptimalkan pelabuhan CT1 dan CT3 di Kawasan Sabang sebagai Pusat Dukungan dan Pangkalan Suplai Offshore untuk industri migas di Aceh. Tujuannya adalah agar Aceh dapat berkontribusi dalam mencapai target produksi nasional 1 juta barel minyak dan 12 miliar standar kaki kubik gas per hari pada tahun 2030 dan menjadikan Aceh kembali lumbung migas paling strategis di Indonesia.